Senin, 03 Maret 2014

Makalah Perspektif Decision Making pada Budaya Organisasi



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
            Pengambilan keputusan pasti selalu dilakukan dalam sebuah organisasi, sebab pengambilan keputusan merupakan proses awal setelah adanya sebuah perencanaan yang telah dilakukan untuk melaksanakan tindakan-tindakan selanjutnya dalam sebuah organisasi dalam mencapai sebuah tujuan. Karena pengambilan keputusan adalah sebuah proses, bukan hanya tindakan sederhana memilih diantara alternatif.
Dalam decision making  merupakan proses serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah. Pembuatan keputusan ini dilakukan oleh setiap jabatan dalam budaya organisasi. Membuat keputusan bukanlah satu-satunya hal yang dilakukan manajer, tetapi semua anggota organisasi akan membuat keputusan yang mempengaruhi pekerjaannya dan organisasi tempat mereka bekerja. Manajer hanya akan membantu keputusan yang berbeda dalam situasi dan kondisi yang berbeda pula. Bentuk keputusan ini bisa berupa keputusan yang diprogram (Programmed decisions) atau tidak, bisa juga dibedakan antara keputusan yang dibuat di bawah kondisi kepastian, resiko dan ketidak pastian.
Keputusan terprogram yaitu keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan atau prosedur yang terjadi secara rutin dan berulang-ulang. Contoh : penetapan gaji pegawai, prosedur penerimaan pegawai baru, prosedur kenaikan jenjang kepegawaian dan sebagainya.
Keputusan tidak terprogram (non-programmed decisions), yaitu keputusan yang dibuat karena terjadinya masalah-masalah khusus atau tidak biasanya. Contoh : pengalokasian sumber daya-sumber daya organisasi, penjualan yang merosot tajam, pemakaian teknologi yang termodern, dan lain sebagainya. Keputusan dengan kepastian, resiko dan ketidak-pastian, ini tergantung dari beberapa aspek yang tidak dapat diperkirakan dan dipastikan sebelumnya, seperti reaksi pesaing, perubahan perekonomian, perubahan teknologi, perilaku konsumen dan lain sebagainya. Dari sebab itulah, terbagi dalam tiga jenis situasi, yaitu :
Kepastian (certainty), yaitu dengan diketahuinya keaaan yang akan terjadi diwaktu mendatang, karena tersedianya informasi yang akurat dan responsibility.
Resiko (risk), yaitu dengan diketahuinya kesempatan atau probabilitas setiap kemungkinan yang akan terjadi serta hasilnya, tetapi informasi yang lengkap tidak dimiliki oleh organisasi atau perusahaan. Ketidak pastian (uncertainty), dimana manajer tidak mengetahui probabilitas yang dimiliki serta tidak diketahuinya situasi yang akan terjadi diwaktu mendatang, karena tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan. Umumnya ini menyangkut keputusan yang kritis dan paling menarik
.           Oleh karena itu, perlu perspektif tentang decision making dalam budaya organisasi yang tepat untuk menentukan setiap tindakan yang cocok pada berbagai kondisi serta resiko yang nanti akan dihadapi baik oleh manajer maupun jalan organisasi itu sendiri.

1.2 Pokok Permasalahan
            Dalam pengambilan sebuah keputusan didalam sebuah organisasi diperlukannya sebuah proses yang tepat untuk menentukan sebuah langkah yang lebih pasti demi tercapainya sebuah tujuan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam penulisan makalah ini, penulis ingin membahas mengenai:
1.      Bagaimana perspektif decision making dalam budaya organisasi?
2.      Bagaimana budaya organisasi dapat mempengaruhi cara manajer dalam melakukan fungsi manajemen decision making?
3.      Apa hambatan pengambilan keputusan dalam budaya organisasi?

1.3       Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya menggambarkan bagaimana perspektif decision making dalam budaya organisasi sesuai dengan fungsi manajemen yang ada melalui konsep serta teori yang diberikan.
           
1.4              Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui fungsi decision making pada budaya organisasi
2.      Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap peran manajer dalam membuat keputusan serta hambatan-hambatan yang dihadapi.

1.5       Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan pada makalah ini ialah studi kepustakaan. Penulis mengumpulkan data dari berbagai referensi seperti buku, jurnal, dan internet yang terkait dengan pembahasan makalah ini.


BAB II
KERANGKA TEORI

3.1                Decision Making
 Decision making menurut Stephen P. Robins yaitu  sebuah proses pilihan dari dua atau lebih alternatif. Sehingga bukan hanya sikap sederhana yang memilih dari beberapa alternatif yang ada, melainkan dibutuhkan sebuah proses dalam pengambilan sebuah keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Lain halnya definisi menurut Herbert A. Simon, yaitu decision making meliputi tiga fase principal yaitu: menemukan argumentasi untuk membuat keputusan, menemukan kemungkinan dari action yang dilakukan dan memilih satu dari beberapa action tersebut. Dengan kata lain decision making hanyalah sebuah step dalam proses intelektual pengambilan keputusan dengan alternatif-alternatif yang relevan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses pengambilan keputusan atau decision making yaitu sebuah proses pengambilan keputusan yang didasarkan dari pilihan berbagai alternatif yang ada untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh suatu organisasi.
Oleh karena itu, setiap keputusan diperlukan langkah-langkah yang tepat unutuk menyelesaikan sebuah permasalahan menurut Stephen P. Robins yaitu sebagai berikut:

3.1.1        Langkah-langkah proses pengambilan keputusa
Ø  Mengidentifikasi suatu masalah
            Setiap keputusan diawali dengan masalah, yaitu perbedaan antara kondisi yang ada dan yang diinginkan. Langkah awal yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah yaitu dengan mengidentifikasi masalah tersebut, karena tidaklah mudah dalam mengidentifikasi sebuah masalah. Diperlukanya pemahaman serta ketelitian dalam menentukan identifikasi suatu masalah.
Ø  Mengidentifikasi kriteria keputusan
            Setelah mengidentifikasi masalah, lalu mengidentifikasi kriteria keputusan yang penting dan relevan untuk memecahkan berbagai masalah. Setiap pembuat keputusan mempunyai kriteria yang memadu keputusannya, walaupun tidak dinyatakan secara eksplesit. 
Ø  Mengalokasikan bobot pada kriteria
            Jika kriteria yang relevan tidak sama arti pentingnya, pembuat keputusan harus memberi bobot yang masing-masing kriteria agar dapat memberinya prioritasyang tepat dalam membuat keputusan.
Ø  Mengembangkan alternatif
            Langkah keempat dalam proses pembuatan keputusan mengharuskan pembuat keputusan menyusun daftar alternatif yang ada yang dapat memecahkan masalah. Ini merupakan langkah dimana pembuat keputusan harus kreatif
Ø  Menganalisis alternatif
            Setelah alternatif diidentifikasi, pembuat keputusan harus mengevaluasi setiap kemungkinan permasalahan.
Ø  Memilih sebuah alternatif
            Langkah keenam dalam proses pembuatan keputusan adalah memilih alternatif terbaik atau yang menghasilkan nilai yang paling tepat.
Ø  Mengimplementasikan alternatif
            Langkah ketujuh yaitu mengimplementasikan alternatif dengan menerapkan alternatif yang telah ditentukan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Ø  Mengevaluasi efektifitas keputusan
            Langkah akhir dalam proses pembuatan keputusan melibatkan evaluasi akhir keputusan untuk melihat apakah masalahnya telah terpecahkan.

                        Adapun jenis-jenis keputusan menurut Stephen P. Robins untuk menentukan sebuah keputasan yang tepat jika dilihat dari jenis keputusan tersebut yaitu sebagai berikut:

3.1.2        Jenis Keputusan
            Di dalam berjalannya sebuah organisasi pasti menghadapi berbagai jenis masalah dan keputusan yang berbeda saat menjalankan pekerjaannya. Bergantung pada sifat masalahnya, organisasi atau seorang manajer dapat membuat satu atau jenis keputusan yang berbeda.
           Terdapat masalah yang terstuktur dan keputusan yang terprogram yaitu beberapa masalah bersifat langsung. Tujuan pembuat keputusan sudah jelas, masalah yang sering dihadapi, dan informasi mengenai masalah mudah didefinisikan serta diselesaikan.
            Dalam keputusan yang terprogram dapat ditangani dengan menggunakan pendekatan rutin atau kebiasaan. Karena masalahnya telah terstuktur, seorang manajer tidak akan menghadapi kesulitan dan membuang waktu terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dengan jenis keputusan ini, tahap “pengembangan alternatif” dari proses pembuatan keputusan tidak ada atau hanya diberikan sedikit perhatian. Mengapa? Karena sekali masalah yang terstuktur didefinisikan, solusi yang ada biasanya membuktikan dirinya sendiri atau paling tidak berkurang ke beberapa alternatif yang sudah tidak asing lagi dan telah terbukti sukses dimasa lalu.
            Sedangkan terdapat pula malah tak terstuktur dan keputusan yang tak terprogram. Tidak semua masalah yang dihadapi manajer dapat dipecahkan dengan menggunakan keputusan terprogram. Banyak situasi yang dihadapi organisasi melibatkan masalah tak terstuktur, yang merupakan masalah hal yang baru atau tidak biasa dan yang informasinya tidak jelas atau tidak lengkap. Apabila masalah tak terstuktur, seorang manajer harus mengandalkan pada pembuatan keputusan tak terprogram agar daat mengimbangkan solusi yang unik. Oleh karena itu, keputusan tak terprogram bersifat unik dan tidak berulang serta melibatkan solusi yang disesuakan.

3.1.3        Kondisi Pembuatan Keputusan
            Ketika membuat keputusan, didalam organisasi akan menghadapi tiga kondisi yang berbeda yaitu kepastian, risiko, dan ketidakpastian. Berikut masing-masing karakteristik:
Ø  Kepastian
            Situasi yang ideal untuk membuat keputusan adalah kepastian yaitu situasi dimana manejer dapat mebuat keputusan yang akurat karena hasil dari setiap alternatif sudah diketahui.
Ø  Risiko
            Situasi yang jauh lebih umum ketimbang pembuatan keputusan menurut kepastian adalah resiko, yaitu kondisi dimana pembuat keputusan dapat mengestimasikan kemungkinan hasil yang pasti. Menurut risiko, manajer mempunyai data historis dari pengamalan pribadi dimasa lalu atau informasi sekunder yang memperbolehkan mereka menempatkan kumungkinan pada alternatif yang berbeda.


Ø  Ketidakpastian
        Situasi dimana pembuat keputusan tidak mempunyai kepastian maupun estimasi probabilitas yang masuk akal. Ketidakpastian dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh terbatasnya informasi yang tersedia dan orientasi psikologi dari pembuat keputusan. Manajer yang optimistis akan mengikuti pilihan maximax, manajer yang pesimistis akan mengikuti pilihan maximin dan manajer yang ingin meminimalkan “ragret” maksimumnya akan memilih pilihan minimax.
               Oleh karena itu, peran seorang manajer harus dapat menyesuaikan diri dalam kondisi permasalahan yang ada didalam organisasi. Diperlukan sikap tegas dan fokus terhadap masalah agar berbagai kondisi permasalahan pengambilan keputusan yang ada dapat terselesaikan dengan baik.

3.1.4        Fungsi Pengambilan Keputusan
·         Setting managerial objectives, untuk memulai siklus proses dengan titik kulminasi yang akan dicapai/objectives.
·         Searching for alternatives, upaya mencari/menganalisis faktor lingkungan internal dan eksternal dari organisasi yang relevan dengan informasi-informasi untuk mencapai tujuan/objectives.
·    Comparing and evaluating alternatives, secara formal maupun informal untuk membandingkan dengan dasar penyebab dan efeknya guna pertimbangan pengambil keputusan dengan berbagai variasi hasil/outcomes
·         The act of choice, pilihan merupakan sebuah momen dalam proses pengambilan keputusan, pengambil keputusan memilih sebuah pilihan dari beberapa alternatif.
·         Implementing the decision, mengimplementasikan keputusan yang diambil kedalam kenyataan operasional.
·         Follow up and control, berfungsi untuk mengontrol keputusan implementasi dengan outcome yang diharapkan sesuai dengan objectives.
          
3.2                Budaya Organisasi
             Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli:
a.       Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391),
budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b.      Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya
organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c.       Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d.      Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e.       Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai
organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.

2.2.1    Sumber-sumber Budaya Organisasi
            Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
        1. Pengaruh umum dari luar yang luas
            Mencakup faktor-faktor yang   tidak dapat   dikendalikan   atau   hanya  sedikit  dapat           
            dikendalikan oleh organisasi.
        2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
            Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai  yang  dominan  dari masyarakat  luas   misalnya            
            kesopansantunan dan kebersihan.
        3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi
            Organisasi selalu  berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah
            eksternal maupun  internal  organisasi  akan  mendapatkan  penyelesaian-penyelesaian
            yang berhasil. Keberhasilan mengatasi  berbagai  masalah tersebut  merupakan  dasar
            bagi tumbuhnya budaya organisasi.

2.2.2    Fungsi Budaya Organisasi
            Didalam suatu organisasi peran budaya dalam mempengaruhi perilaku sangat penting. Budaya organisasi dapat tercermin diantaranya dari sistem yang meliputi besar kecilnya kesempatan berinovasi dan berkreasi bagi pembentukan tim-tim kerja serta kepemimpinan seorang manjer yang transparan dan tidak terlalu birokratis. Ini pun dapat berfungsi dalam memberikan kepuasan kerja dan kinerja yang optimal dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
a.      Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b.      Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.      Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada           
Kepentingan diri individual seseorang
d.     Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu 
            dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.      Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
            membentuk sikap serta perilaku karyawan.

2.2.3    Ciri-ciri Budaya Organisasi
            Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah:
1.      Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi
inovatif dan mengambil resiko.
2.      Perhatian  terhadap  detail.  Sejauh  mana  karyawan  diharapkan   menunjukkan 
            kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3.      Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4.      Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu.
5.      Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu.
6.      Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan.
7.      Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
            Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289).

2.2.4     Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat lemahnya budaya suatu organisasi
             Didalam sebuah budaya organisasi ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kuat lemahnya budaya suatu organisasi, yaitu berupa:
a.       Besar/kecilnya organisasi
Besar atau kecilnya suatu organisasi sangat mempengaruhi kuat lemahnya budaya yang ada didalam organisasi. Karena semakin besarnya sebuah organisasi terkadang seorang manajer sulit untuk mengontrol organisasi yang besar dengan jumlah anggota yang banyak.
b.      Lama perusahaan berdiri
Sebuah perusahaan yang telah lama berdiri akan menentukan kuat lemahnya suatu organisasi. Jika perusahaan itu dapat menyelesaikan hambatan-hambatan yang ada maka prusahaan itu dapat bertahan dengan menjadi lebih kuat, tetapi jika perusahaan itu perlahan-lahan tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang ada selama berdirinya perusahaan tersebut, maka perusahaan itu akan menjadi lemah dan kemungkinan runtuh dapat akan terjadi.
c.       Tingkat perputaran karyawan (employee turnover)
Didalam sebuah organisasi pasti memiliki perputaran karyawan yang selalu berubah jumlahnya disetiap kondisi perusahaan atau sebuah organisasi sesuai dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, terkadang suatu organisasi menjadi pengaruh kuat lemahnya berdirinya organisasi tersebut. Jika didalam organisasi itu tidak menyeimbangkan antara berjalannya sebuah organisasi dengan kebutuhan perputaran karyawan maka organisasi itu akan mengalami kendala dalam menjalankan pekerjaan serta tujuan.
d.      Tingkat intensitas penanaman budaya organisasi (jelas tidaknya kultur suatu organisasi)
Tingkat intensitas penanaman budaya organisasi sangat mempengaruhi kuat lemahnya suatu budaya organisasi. Karena jika didalam penanaman budaya organisasi itu kurang diterapkan kepada anggota-anggota maka gairah dalam menjalankan pekerjaan akan berjalan kurang baik dan anggota terkadang kurang merasa menjadi bagian anggota dalam organisasi. Oleh karena itu, peran manajer sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga penanaman budaya organisasi agar tidak luntur.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Perspektif Decision Making Dalam Budaya Organisasi
            Didalam manajemen membutuhkan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan mereka. Sistem informasi mempunyai peranan yang penting dalam menyediakan informasi untuk manajemen setiap tingkatan. Tiap-tiap kegiatan dan keputusan decision making yang berbeda membutuhkan informasi yang berbeda. Oleh karna itu untuk dapat menyediakan informasi yang relevan dan berguna bagi manajemen, maka pengembang system informasi harus memahami terlebih dahulu kegiatan yang dilakukan oleh manajemen dan tipe keputusannya didalam sebuah budaya organisasi. Kegiatan decision making dihubungkan dengan tingkatannya didalam organisasi dibagi menjadi 3 bagian :
1.      Perencanaan strategic
            Merupakan kegiatan manajemen tingkat atas, sebagai proses evaluasi lingkungan luar organisasi, penerapan tujuan organisasi, dan penentuan strategi-strategi. Proses evaluasi lingkungan luar organisasi dapat berupa lingkungan luar yang dapat mempengaruhi jalannya organisasi. Oleh karena itu manajemen tingkat atas harus pandai mengevaluasinya, haurs dapat bereaksi terhadap kesempatan-kesempatan yang diberikan oleh lingkungan luar, misal produk baru, pasar baru. Selain itu manajemen tingkat atas harus tanggap terhadap tekanan-tekanan dari lingkungan luar yang merugikan organisasi dan sedapat mungkin mengubah tekanan menjadi kesempatan.
             Melalui penetapan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi berdasarkan visi dan misi yang dimiliki oleh manajemen. Misalnya tujuan perusahaan adalah dalam waktu 5 tahun menjadi penjual terbesar didalam industri dengan menguasai 60% pasar. Sedangkan melalui penentuan strategi, manajemen tingkat atas menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh organisasi dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuannya. Dengan strategi, semua kemampuan  yang berupa sumberdaya-sumberdaya dikerahkan supaya tujuan organisasi dapat diraih.
  
2.      Pengendalian manajemen
            System untuk meyakinkan bahwa organisasi telah menjalankan strategi yang sudah ditetapkan secara efektif dan efisien. Ini merupakan tingkatan taktik (tactical level), yaitu bagaimana manajemen tingkat menengah menjalankan taktik supaya perencanaan strategi dapat dilakukan dengan berhasil. Taktik yang dijalankan biasanya bersifat jangka pendek ± 1 tahun. Proses pengendalian manajemen terdiri dari  pembuatan program kerja, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan pengukuran, pelaporan dan analisis.

3.      Pengendalian operasi
           
 Sistem untuk  meyakinkan  bahwa  tiap-tiap  tugas tertentu telah dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini merupakan penerapan program yang telah ditetapkan di pengendalian manajemen. Pengendalian operasi  dilakukan  dibawah  pedoman  proses pengendalian manajemen dan difokuskan pada tugas-tugas tingkat bawah.

            Berikut contoh studi kasus dalam penggunaan fungsi decision making.

Kasus : Harry Smart ? Benarkah ?
               Harry Smart, eksekutif muda yang  ambisius  dan  cerdas, lahir dan  besar di Boston dan lulusan universitas kecil di New England. Dia bertemu calon istrinya, Barbra, yang juga berasal dari Boston di universitas. Mereka menikah setelah lulus dengan predikat cumlaude. Selanjutnya, Harry memperoleh gelar MBA di Harvard, dan Barbra mendapat gelar hukum dari Harvard. Harry sudah bekerja selama tujuh tahun di Brand Corporation yang ada di Boston dan Barbra bekerja di perusahaan hukum di Boston. Sebagai bagian dari program ekspansi, dewan direksi Brand memutuskan untuk membangun cabang baru. Presiden secara pribadi memilih Harry untuk menjadi manager kantor baru dan memberitahukan keberhasilannya dalam pekerjaan dan menjaminnya menjadi wakil presiden di perusahaan tersebut.
                     Harry diangkat menjadi pemimpin komisi ad hoc yang memiliki hak pengambilan keputusan untuk menentukan kantor baru. Anggota komisinya adalah pakar dibidang transportasi, pemasaran, distribusi, ekonomi tenaga kerja dan humas. Dia memberi waktu sebulan untuk menentukan tiga pilihan lokasi untuk kantor baru tersebut. Sebulan telah lewat dan komini terkumpul kembali. Setelah menimbang semua variabel, para pakar merekomendasikan kota berikut ini dalam urutan preferensi : Kansas City, Los Angeles, dan New York. Harry melihat bahwa anggota komisi menghabiskan banyak waktu dan usaha dalam laporan dan rekomendasi mereka. Juru bicara kelompok menekankan bahwa Kansas City adalah lokasi terbaik untuk kantor baru. Harry berterima kasih atas pekerjaan baik mereka dan memberitahukan bahwa dia akan mempelajari lebih mendalam laporan tersebut sebelum membuat keputusan akhir. Setelah makan malam, dia bertanya pada istrinya, “Sayang, apakah kamu mau pindah ke Kansas City ?” Barbra segera menjawab, “ Tentu saja tidak ! “ Ia melanjutkan, “ Aku hidup di Timur seumur hidupku, dan aku tidak akan pindah ke daerah pedalaman. Aku dengar daya tarik terbesar di Kansas City adalah pertenakan. Kehidupan itu tidak cocok untukku.“ Harry memprotes dengan pelan, “ Tetapi sayang, komisi merekomendasikan Kansas City sebagai lokasi terbaik untuk kantorku. Pilihan kedua adalah Los Angeles dan yang ketiga adalah New York. Apa yang harus kulakukan?“Istrinya berfikir sejenak dan menjawab,“ Baiklah, aku akan mempertimbangkan untuk menetap di New York, tetapi jika kamu tetap memaksa Kansas City, maka kamu harus pergi sendiri ! ”
               Hari berikutnya, Harry memanggil komisinya dan berkata, “ Anda semua patut dihargai atas laporan yang hebat ini. Akan tetapi, setelah mempelajari dengan rinci, saya yakin New York lebih cocok untuk kantor baru kita daripada Kansas City atau Los Angeles. Oleh karena itu, keputusannya adalah membangun kantor baru di New York. Terima kasih sekali lagi untuk semua pekerjaan yang hebat ini “1
Pertanyaan :
1.      Apakah Harry membuat keputusan yang rasional?
2.      Model perilaku pengambilan keputusan apa yang didukung kasus ini?
3.      Teknik keputusan apa yang dapat digunakan oleh komisi untuk memilih lokasi kantor baru?



Uraian Jawaban :
1.      Harry tidak membuat keputusan rasional disebabkan oleh merujuk dari kronologis
pengambilan keputusan dimana terjadi perubahan keputusan yang sebelumnya dilandasi oleh rasionalitas manjadi keputusan yang diintervensi kepentingan pribadi (Istri). Pengambilan keputusan tidak dilandasi oleh pemikiran yang matang akan tetapi disebabkan oleh tekanan psikologis dan waktu pengambilan keputusam sangat pendek dimana tidak sesuai dengan beban tugas dan resikonya. Adanya pengabaian proses rasionalitas dari anggota tim yang telah bekerja keras dalam mengumpulkan data aktual (informasi) yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan
2.      Model perilaku pengambilan keputusan yang mendukung kasus ini adalah kombinasi
antara model rasionalitas terbatas dengan model sosial, karena opsi yang dipilih masih jadi bagian dari rekomendasi tim yakni berada pada tingkatan “cukup”, namun dalam proses memutuskannya berasal dari tekanan psikologis (sosial).
3.      Teknik keputusan dapat digunakan oleh komisi untuk memilih lokasi kantor baru
adalah teknik rasional modern yakni ABC atau activity-based costing, karena teknik ini berhubungan dengan distribusi takni dapat memperhitungkan biaya semua kegiatan aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan memproses pesanan pemasok yang berkaitan dengan memproses pesanan penjualan, mepercepat pesanan pemasok/ pelanggan serta memecahkan masalah pemasok/pengantaran, sehingga dalam pemilihan lokasi kantor teknik lebih cepat digunakan karena perusahaan Brand Corporation bergerak dibidang penjualan produk yang membutuhkan jalur distirbusi yang tepat, wilayah pemasaran yang mudah dijangkau serat ditunjang oleh transportasi untuk mengantarkan/mendistribusikan produk.

3.2       Pandangan Mengenai Peran Manajer Dalam Menentukan Keberhasilan   
           Organisasi
            Didalam sebuah organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat mengatur dan mengelola hal-hal yang perlu dilakukan didalam organisasi agar tercapai sebuah tujuan. Oleh karena itu, dibutuhkanlah seorang manajer. Manajer menurut Stephen P. Robins yaitu seseorang yang melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga sasaran-sasaran organisasi dapat dicapai. Pekerjaan seorang manajer bukanlah menyelesaikan tugas-tugas pribadinya saja melainkan berupaya membantu oranglain menyelesaikan tugas-tugas mereka dengan baik. Wujudnya dapat berupa koordinasi atas pekerjaan suatu kelompok dari departemen tertentu didalam organisasi, dapat pula berupa mengawasi pekerjaan individu tertentu.
          Dengan stuktur organisasi tradisional, para manajer biasanya dikelompokan ke dalam kelas manajemen lini pertama atau operasional, manajemen tingkat menengah, dan manajemen puncak. Pada jenjang terbawah manajemaen, para manajer lini pertama (first-line manager) mengelola pekerjaan para karyawan non-manajemen, yang biasanya melibatkan kegiatan memproduksi barang-barang atas jasa bagi para pelanggan organisasi. Manajer lini pertama seringkali disebut juga penyelia, namun dapat juga disebut manajer shift kerja (shift manager) , manajer distrik, manajer departemen, atau manajer kantor (office manager). Manajer tingkat menengah (middle manager) adalah mereka yang berada pada posisi diantara jenjang terbawah dan jenjang teratas organisasi. Para manajer dari kelompok ini mengelola pekerjaan para manajer tingkat pertama dan dapat memiliki sebutan, atau nama jabatan misalnya manajer regional, pimpinan proyek, atau manajer divisi. Manajer puncak (top manager), yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi jalannya seluruh organisasi dan menentukan rencana kerja dan sasaran-sasaran bagi organisasi secara keseluruhan.
         
          Hal tersebutlah yang sangat menentukan keberhasilan organisasi dari seorang peran manajer. Adapun 2 pandangan mengenai peran manajer dalam menentukan keberhasilan organisasi yaitu:
1.      Omnipotent View of Management
Manajer bertanggung jawab/berperan langsung atas sukses/gagalnya suatu organisasi.
2.      Symbolic View of Management        
Manajer tidak banyak berperan dalam menentukan keberhasilan/kegagalan organisasi (manajer hanyalah “simbol”) karena hasil yang dicapai organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal/di luar kontrol manajemen. Contoh faktor eksternal: kondisi ekonomi, perubahan pasar, kebijakan pemerintah. Peran manajer hanya sebatas membantu organisasi untuk beradaptasi terhadap faktor-faktor eksternal dan berinovasi.

            Oleh karena itu, peputusan manajer dipengaruhi oleh kendala internal berupa budaya organisasi dan kendala eksternal yang berasal dari lingkungan organisasi. Kendati demikian, manajer masih dapat mempengaruhi kinerja organisasi.
            Adapun pengaruh budaya organisasi terhadap manajer:
1.      Mempengaruhi perilaku manajer di tempat kerja.
2.      Mempengaruhi pembuatan keputusan pada semua fungsi manajemen. Seperti:
   Planning:  Tingkat risiko suatu rencana. Apakah rencana sebaiknya dibuat secara perseorangan atau oleh tim.
   Organizing: Tingkat otonomi yang diberikan kepada karyawan. Apakah pekerjaan sebaiknya dikerjakan oleh individu atau tim. Tingkat interaksi antara manajer departemen yang satu dengan departemen yang lain.
   Leading: Tingkat perhatian terhadap kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang sesuai. Apakah ketidaksamaan pendapat kendati konstruktif harus dihindari.
   Controlling: Bentuk kontrol yang diterapkan (internal atau eksternal). Kriteria yang ditekankan pada evaluasi kinerja karyawan.

3.3       Hambatan Pengambilan Keputusan Dalam Budaya Organisasi
            Pernyataan visi dan misi suatu organisasi merupakan gambaran ideal organisasi atas apa yang dicapai dimasa yang akan datang melalui kegiatan operasionalnya. Untuk mencapai visi dan misi tersebuat organisasi menyusun rencana-rencana strategis yang harus dilakukan oleh setiap anggota organisasi. Dalam mengimplementasikan rencana-rencana stategis tersebut, organisasi sering menghadapi hambatan bahkan kegagalan. Hambatan-hambatan menyebabkan organisasi megalami kegagalan dalam mengimplementasi rencana-rencana tersebut antara lain:
1.      Hambatan Organisasi
Hambatan yang pertama ialah hambatan organisasi itu sendiri. Seringkali para pimpinan mengeluh tidak memiliki waktu yang cukup untuk berfikir juga terkadang komunikasi sekedar mengalir bah air terjun dari atas ke bawah tanpa mendengar suara gemericiknya di bawah. Ketidak beradaan tenaga professional termasuk kekhawatiran terdamprat risiko menjadi hambatan.

2.      Hambatan Lingkungan
Hambatan yang kedua tidak lain hambatan lingkungan. Sikap birokratis yang kaku ternyata menyebabkan terbuangnya waktu sekaligus kesempatan lari tunggang langgang. Dan akhirnya hambatan yang ketiga pun dapat dikemukakan yaitu hambatan personal. Para pemimpin organisasi cenderung ada yang mengimplementasikan falsafah, “Saya ikut kamu juga” mengikuti arus tidak berani menempatkan diri di depan dan ragu-ragu menyampaikan gagasan. Sehingga status quo pun nyaman bertempat tinggal. Dan yang terdahsyat ialah jika para pemimpin organisasi itu lack of focus atau lack of technique.

3.      Hambatan visi
Dimana tidak banyak orang dalam organisasi memahami stategi organisasi sertiap masih-masing anggota. Oleh karena itu, sangat diperlukannya pemikiran yang tepat dalam pengambilan keputusan sehingga visi dapat terlaksana serta mengajak diskusi angota-angota organisasi agar memahami visi yang dituju dalam organisasi.

4.      Hambatan orang
Banyaknya orang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi. Terkadang para manajer sulit mengendalikan banyaknya jumlah anggota didalamnya. Oleh karena itu diperlukannya manajemen strategi yang baik dalam mengaturnya.

5.      Hambatan sumber daya, waktu, energi, dan uang yang tidak dialokasikan padahal yang penting dalam organisasi. Karena didalam sebuah organisasi tentu harus memiliki sumber daya yang berkualitas dengan potensi yang searah terhadap visi dan juga misi, tetapi terkadang sulit di terapkan pemahaman yang sama akan hal itu. Dari sisi waktu, hambatan akan terjadi jika dalam perencanaan itu sendiri kurangnya memanfaatkan waktu dengan baik. Selain harus tepat dan baik dalam memanajemen organisasi, waktu juga sangat penting terhadap jalannya sebuah organisasi. Sedangkan didalam jalannya sebuah energi pasti memerlukan adanya sebuah energi dan uang yang pati akan dikorbankan. Oleh sebab itu, memanajemen waktu sangat penting agar tidak hilangnya berbagai faktor-faktor yang lainnya.

6.      Hambatan manajemen
Manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi dan telalu banyak waktu untuk pembuatan definisi pengambilan keputusan. Sehingga dinilai terlalu berfikir konsep dan kurang dalam penerapannya sehingga tidak maksimal dalam pelaksanaan jalannya sebuah organisasi
            Didalam pelaksanaan pembuatan keputusan ini terdapat kelemahan serta kekuatan yang dapat mempengaruhi kinerja yang dilakukan seorang manajer ataupun anggota didalam sebuah organisasi. Kelemahannya antaralain:
1.      Ada kemingkinan terjadi perbedaan pendapat
Adanya perbedaan pendapat terkadang menjadi hambatan dalam jalannya sebuah organisasi. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pemahaman antar anggota yang perlu diluruskan dalam pencapaian tujuan agar menjadi satu pemahaman yang sama.
2.      Biasanya memakan waktu lama dan berlarut-larut karena terjadi perdebatan-perdebatan
Melalui perbedaan pendapat itulah, terkadang munculnya perdebatan-perdebatan yang kian tidak ada ujung penyelesaian permasalahan. Oleh karena itu, didalam sebuah organisasi diperlukannya sebuah diskusi agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan dan dicari jalan keluarnya.
3.      Rasa tanggungjawab masing-masing berkurang, dan ada kemungkinan saling melemparkan tanggungjawab jika terjadi kesalahan.
Rasa tanggung jawab yang kurang akan menjadikan setiap anggota dalam menyelesaikan pekerjaan tidak fokus dalam pencapaian tugas. Mereka hanya mengandalkan sumber daya yang ada bukan memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah diberikan.
Mengenai pembuatan keputusan individual dan kelompok sebagian menyatakan bahwa ada tiga kekuatan yang selalu mempengaruhui suatu keputusan yang dibuat. Tiga kekuatan itu :
1.      Dinamika individu di dalam organisasi
      Pengaruh individu dalam organisasi sangat terasa terutama dalam hal ini adalah pemimpinnya. Seorang pemimpin yang mempunyai kepribadian yang kuat, pendidikan yang tinggi, pengalaman yang banyak akan memberi kesan dan pengaruh yang besar terhadap bawahannya.
2.       Dinamika kelompok orang-orang di dalam organisasi
Dinamika kelompok mempunyai pengaruh besar, oleh karena itu pemimpin hendaknya    mengusahakan agar kelompok lebih cepat menjadi dewasa.
3.      Dinamika lingkungan organisasi
            Pengaruh lingkungan juga memegang peranan yang cukup  penting untuk diperhatikan. Antara  organisasi dan lingkungan itu saling mempemgaruhi.

Hambatan dalam Membuat Keputusan
Kekuatan x Ego = Kelemahan

Confidence (percayadiri)                                     Sense of infallibility
Quickness (kecepatan)                                          Overhastiness (terlalu terburu-buru)
Sharp wit (bijak)                                                   Abrasiveness (pembawaankasar)
Determination                                                       Inflexibility
Dedication                                                            Workaholism
Commitment                                                         Intolerance
Perseverance (tekun)                                             Resistance to change (kaku)
Persuasive                                                             Manipulating



BAB IV
PENUTUP
     
            Proses pengambilan keputusan (decision making) merupakan sebuah proses pengambilan keputusan yang didasarkan dari pilihan berbagai alternatif yang ada untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh suatu organisasi. Yang dimana proses tersebuat dilakukan oleh sekumpulan anggota-anggota organisasi yang bekerja sama dan mempunyai ikatan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Hal ini pun dalam pembuatan keputusan dipengaruhi oleh budaya organisasi yang tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh anggota organisasi yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya mengikat anggota kelompok organisasi menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, decision making sangat diperlukan pada budaya organsasi demi tercapainya sebuah tujuan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang berlangsung didalam sebuah organisasi.
            Adapun fungsi decision making didalam budaya organisasi yang dimulai dengan titik kulminasi yang akan dicapai berupa upaya mencari/menganalisis faktor lingkungan internal dan eksternal dari organisasi serta berbagai alternatif yang relevan dengan informasi-informasi untuk mencapai tujuan/objectives. Hal ini pun disesuaikan terhadap jenis keputusan serta kondisi permasalahan yang ada. Agar dalam penyelesaiannya dapat diselesaikan oleh para manajer serta anggota-anggota organisasi secara tepat. Dalam pembuatan keputusan untuk  menyelesaikan suatu masalah pasti memiliki hambatan-hambatan yang akan dihadapi oleh organisasi, baik faktor internal maupun eksternal dapat berupa hambatan lingkungan, organisasi, visi, manajemen, dan sumber daya, waktu, energi, dan uang yang tidak dialokasikan padahal yang penting dalam organisasi. Oleh karena itu, disini sangat penting peran manajer serta anggota-anggota organisasi bekerja salam  dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku dan jurnal
Dessler, Garry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, Klaten: PT. Indeks
Gaol, Chr. Jimmy L. 2008. Sistem Informasi Manajemen: Pemahaman dan Aplikasi,  Jakarta: 
PT. Grasindo
Luthans F. 2006. Perilaku Organisasi, E.d Ke-10. Yogyakarta: Andi.
Robins, Stephen P.. 2010. Manajemen, E.d Ke-10, jilid 1, Jakarta: Erlangga
Setiadi NJ. 2008. Business Economics and Managerial Decision Making, Jakarta: Kencana
Robins, Stephen P. 2009. A Process Perspective on Strategic Decision Making.“ Jurnal

Sumber Internet
“Decison Making Terhadap Budaya Organisasi” http://manajemendecision making.
blogspot.com/  [2011, 24 Desember]
“Hambatan Dalam Pembuatan Keputusan” http://id.shvoong.com/social sciences/economics
2156173-perencanaan-strategis-hambatan-hambatan-dalam/ [2011, 25 Desember]
http://id.shvoong.com/business-management/management/1754393-hambatan-hambatan  
            organisasi-dalam-mengejar/ [2011, 25 Desember]
“Kultur Organisasi” http:// pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../94003-3163066993432.doc
[2011, 25 Desember]
“Makalah Pengambialn Keputusan” http://www.scribd.com/doc/13564609/Makalah
            Pengambilan- Keputusan  [2011, 25 Desember]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar