Natura
berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984 yaitu kenikmatan
dalam bentuk natura berupa setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh
pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang
dari pemberi kerja.
Sesuai
dengan UU Nomor 38 Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (3) huruf d disebutkan "penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15". Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti
beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti
penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak.
Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan Wajib
Pajak atau Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit), imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut
merupakan penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya. Misalnya, seorang
penduduk Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan diplomatik asing di
Jakarta. Pegawai tersebeut memperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa
oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainya.
Kenikmatan-kenikmatan tersebut merupan penghasilan bagi pegawai tersebut sebab
perwakilan diplomatik yang bersangkutan bukan wajib pajak. Oleh karena itu, imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dikurangkan
dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang. Karena yang membayarkan pajaknya
adalah pihak perusahaan atau sebuah badan. Ketentuan ini bisa kita temui dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.
Semua pendapatan dan fasilitas tunai
yang diterima oleh individu kategorinya penghasilan sebagai obyek pajak. Semua
fasilitas/kenikmatan yang dibayarkan oleh perusahaan dianggap juga penghasilan
sebagai obyek pajak termasuk karaoke atau makan bersama. Fasilitas yang
diberikan ke karyawan dapat dikategorikan sebagai benefit in cash (BIC) atau
Benefit In Kind (BIK). Benefit in Kind ( BIK) tidak kena pajak PPH 21 namun
jika tidak terbukti untuk kepentingan usaha dan untuk kenikmatan karyawan maka
kategorinya akan berubah menjadi Benefit in Cash (BIC).
Benefit In Kind (BIK) dapat dibebankan di dalam
laporan keuangan sebagai biaya usaha. Fasilitas yang diberikan ke karyawan
untuk penyelesaian pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi Benefit in Kind
(BIK) contoh seperti pulsa blackberry. Untuk handset atau laptop yang tidak
dibawa pulang ke rumah oleh karyawan dan terbukti hanya digunakan untuk kerja,
maka tidak akan dikenakan PPH21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar