Senin, 03 Maret 2014

Natura (Benefit In Kind)



        Natura berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984 yaitu kenikmatan dalam bentuk natura berupa setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja.
Sesuai dengan UU Nomor 38 Tentang Perubahan Keempat Atas UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, Pasal 4 ayat (3) huruf d disebutkan "penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15". Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan, seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak. Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerima atau memperolehnya. Misalnya, seorang penduduk Indonesia menjadi pegawai pada suatu perwakilan diplomatik asing di Jakarta. Pegawai tersebeut memperoleh kenikmatan menempati rumah yang disewa oleh perwakilan diplomatik tersebut atau kenikmatan-kenikmatan lainya. Kenikmatan-kenikmatan tersebut merupan penghasilan bagi pegawai tersebut sebab perwakilan diplomatik yang bersangkutan bukan wajib pajak. Oleh karena itu, imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dikurangkan dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang. Karena yang membayarkan pajaknya adalah pihak perusahaan atau sebuah badan. Ketentuan ini bisa kita temui dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh.
Semua pendapatan dan fasilitas tunai yang diterima oleh individu kategorinya penghasilan sebagai obyek pajak. Semua fasilitas/kenikmatan yang dibayarkan oleh perusahaan dianggap juga penghasilan sebagai obyek pajak termasuk karaoke atau makan bersama. Fasilitas yang diberikan ke karyawan dapat dikategorikan sebagai benefit in cash (BIC) atau Benefit In Kind (BIK). Benefit in Kind ( BIK) tidak kena pajak PPH 21 namun jika tidak terbukti untuk kepentingan usaha dan untuk kenikmatan karyawan maka kategorinya akan berubah menjadi Benefit in Cash (BIC).
            Benefit In Kind (BIK) dapat dibebankan di dalam laporan keuangan sebagai biaya usaha. Fasilitas yang diberikan ke karyawan untuk penyelesaian pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi Benefit in Kind (BIK) contoh seperti pulsa blackberry. Untuk handset atau laptop yang tidak dibawa pulang ke rumah oleh karyawan dan terbukti hanya digunakan untuk kerja, maka tidak akan dikenakan PPH21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar